Jumat, 25 Februari 2011

Hasil Liga Europa


Jumat, 25 Februari 2011 | 05:04 WIB
http://kcdn3.stat.k.kidsklik.com/data/photo/2010/08/20/0449584p.jpg
UEFA
KOMPAS.com Berikut ini adalah hasil lengkap pertandingan leg kedua babak 16 besar Liga Europa, 22-24 Februari 2011. Tim yang masuk 16 besar ditulis cetak tebal.
CSKA Moskwa 1-1 PAOK Saloniki
Ignasevich 80; Muslimovic 67
Agregat 2-1
Porto 0-1 Sevilla
Fabiano 71
Agregat 2-2
Zenit St Petersburg 3-1 Young Boys
Lazovic 41, Semak 52, Shirokov 76; Jemal 21
Agregat 4-3
Sporting Lisbon 2-2 Rangers
Mendes 42, Djalo 83; Diouf 20, Edu 90
Agregat 3-3
Liverpool 1-0 Sparta Praha
Kuyt 85
Agregat  1-0
Spartak Moskwa 1-1 Basel
McGeady 90; Chipperfield 15
Agregat 4-3
PSV Eindhoven 3-1 Lille
Dzsudzsak 55. Lens 67, Berg 69; Frau 22
Agregat 5-3
Leverkusen 2-0 Metalist
Rolfes 47, Ballack 70
Agregat 6-0
Villarreal 2-1 Napoli
Nilmar 43, Rossi 45; Hamsik 17
Agregat 2-1
Ajax Amsterdam 2-0 Anderlecht
Sulejmani 11, 17
Agregat 5-0
Braga 2-0 Lech
Alan 8, Lima 36
Agregat 2-1
Dynamo Kiev 4-0 Besiktas
Vukojevic 3, Yarmolenko 55, Gusev 64, Shevchenko 74
Agregat 8-1
Man. City 3-0 Aris Saloniki
Dzeko 7, 12, Yaya Toure 75
Agregat 3-0
Twente 2-2 Rubin Kazan
Janssen 45, Douglas 47; Ansaldi 22, Noboa 24
Agregat 4-2
Stuttgart 0-2 Benfica
Salvio 31, Cardozo 78
Agregat 1-4
PSG 0-0 BATE Borisov
Agregat 2-2

Pemain Cile Pukul Muka Pakai Tangan Lawan


Jumat, 25 Februari 2011 | 05:55 WIB
http://kcdn2.stat.k.kidsklik.com/data/photo/2011/02/25/0625544p.jpg
Bek tim U-20 Chile, Bryan Carrasco.
QUITO— Bek tim U-20 Cile, Bryan Carrasco, menggunakan tangan seorang pemain Ekuador untuk memukul mukanya sendiri dalam pertandingan kualifikasi Piala Dunia U-20, awal bulan ini.
Saat itu, dalam keadaan skor 1-0 untuk Ekuador, Carrasco mengawal seorang pemain lawan dengan posisi di belakang pemain tersebut.
Dengan tangan kirinya, ia kemudian memegang tangan kiri lawan dan menariknya ke belakang hingga tangan lawan mengenai mukanya sendiri sampai ia jatuh. 
Wasit menilai pemain Ekuador itu melakukan pelanggaran dan menghadiahkan tendangan bebas untuk Chile. Carrasco sendiri langsung bangkit dan berlari menuju posnya.
Sayang, usaha Carrasco tak cukup ampuh menghindarkan Chile dari kekalahan 0-1. Sementara mereka tersingkir, Ekuador masuk putaran final. (YT)

Kamis, 24 Februari 2011

Kapolsek Jadi Wasit LPI


Rabu, 23 Februari 2011 | 22:16 WIB
Muhammad Hasanudin
Muhammad Taufiq, Satu-satunya wasit LPI yang juga menjabat sebagai Kapolsek di Kota Bangli, Bali.

DENPASAR — Ketika menyaksikan pertandingan Liga Primer Indonesia, perhatian Anda pasti lebih banyak tertuju kepada aksi olah bola pemain bintang seperti Irfan Bachdim, Kim Jeffrey Kurniawan, hingga Andik Vermansyah. Sosok pengadil di lapangan mungkin jarang menjadi buah bibir kecuali terjadi keputusan kontroversial yang menimbulkan kerusuhan.
Namun, sosok wasit yang satu ini sangat pantas menjadi perbincangan karena, selain mengabdikan dirinya untuk perkembangan sepak bola nasional, ternyata ia juga seorang penegak hukum dan menjabat sebagai kapolsek di wilayah Kota Bangli, Bali.
Pria multitalenta ini bernama Ajun Komisaris Muhammad Taufiq. Sepak bola bukanlah hal yang baru bagi bapak dua anak ini. Di tengah kesibukannya bertugas di kepolisian, Taufiq mulai menggeluti dunia perwasitan sejak tahun 1996.
"Emang hobi. Kita, kan, ingin mengembangkan sepak bola nasional," kata Taufiq kepada Kompas.com.
Pria kelahiran Lombok Timur ini sukses mendapatkan lisensi wasit C1 Nasional di Surabaya pada tahun yang sama. Setelah memegang lisensi tersebut, ia pun mulai merambah dunia perwasitan Indonesia dengan memimpin  pertandingan dalam kompetisi sepak bola nasional mulai dari Liga Dunhill hingga Indonesian Super League (ISL).
"Saya sudah 14 tahun menjadi wasit nasional, sejak Liga Dunhill tahun 1996," ujar pria berusia 45 tahun ini.
Setelah 14 tahun berkiprah di sepak bola nasional di bawah naungan PSSI, Taufiq pun memilih menyeberang ke LPI pada awal bergulirnya liga "kontroversial" pada tahun 2011 ini. Menurut pria yang juga menggemari olahraga beladiri judo ini, keputusannya pindah ke LPI karena ingin merasakan atmosfer sepak bola yang lebih profesional.
"Kalau di LPI tidak ada intervensi. Mulai dari lorong hingga lapangan, kita berjalan bareng pemain tanpa ada perasaan takut. Kalau dulu, enggak ada suasana seperti itu," ucapnya.
Taufiq juga melihat adanya perubahan sistem dan kualitas yang signifikan dalam bidang perwasitan di LPI. Saat ia masih menjadi wasit ISL, akomodasi wasit ditanggung pihak tuan rumah  sehingga  rentan terjadi suap-menyuap. Hal ini sangat berbeda dengan LPI yang seluruh fee dan akomodasi ditanggung oleh pihak LPI.
"LPI kesejahteraan lebih bagus, fasilitas dan akomodasi terjamin sehingga para wasit LPI tidak ada niatan untuk menerima suap. Ada komitmen tegas tidak boleh menerima imbalan sesudah atau sebelum bertanding. Kalau ketahuan, kita akan dipecat," tutur korlap wasit LPI Bali, NTB, dan NTT ini.
Aktivitasnya sebagai wasit di LPI tak mengganggu kinerjanya sebagai anggota Polri karena pertandingan LPI selalu digelar setiap akhir pekan, yakni Sabtu dan Minggu. Taufiq yang pernah mengikuti kursus wasit AFF dan AFC ini tak pernah absen memimpin pertandingan LPI setiap minggunya.
Ia telah  memimpin enam pertandingan sejak LPI digulirkan pada 8 Januari lalu. Salah satu keputusan beraninya adalah memberikan kartu merah kepada dua pemain dalam laga antara Bandung FC melawan Persema Malang di Stadion Siliwangi, Bandung, 5 Februari lalu. Seusai pertandingan, Taufiq pun mendapat pujian dari sejumlah pihak dalam partai yang dimenangkan oleh tim tamu dengan skor 1-0 tersebut.

Statuta Dipelintir, PSSI Bakal Dilaporkan ke FIFA

Statuta Dipelintir, PSSI Bakal Dilaporkan ke FIFA
Rabu, 23 Februari 2011 | 18:06 WIB
Inggried Dwi W
Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat Max Sopacua
JAKARTA - Wakil Ketua Masyarakat Pengawas Sepak Bola Indonesia (MPSI), Max Sopacua, mengungkapkan, pihaknya akan membentuk tim untuk melaporkan kepada FIFA bagaimana PSSI telah memutarbalikkan statuta organisasi sepak bola tertinggi di dunia itu.
"Kami akan membentuk tim untuk berangkat ke markas FIFA sebelum kongres (PSSI). Kita akan menjelaskan bagaimana statuta FIFA diputarbalikkan oleh PSSI," beber Max dalam jumpa pers di restoran Pulau Dua, Rabu (23/2/2011).
Yang dimaksud Max, Statuta FIFA yang telah diputarbalikkan adalah pasal 32 ayat 4 yang di dalamnya dijelaskan bahwa seseorang yang sebelumnya telah dinyatakan bersalah atas suatu tindakan kriminal tidak bisa dipilih menjadi pengurus.
"Namun PSSI telah menerjemahkan lain," tegas Max.
Dikatakan Max, selain berencana datang ke markas FIFA, MPSI juga akan membuat terjemahan dari pihak independen atas statuta FIFA dan juga Standar Statuta FIFA ke dalam bahasa Indonesia.
"Statuta PSSI juga akan kami buat ke dalam bahasa Inggris untuk bisa dibandingkan," bebernya.
Terkait adanya gagasan membentuk PSSI tandingan dan gelombang unjuk rasa yang menuntut revolusi PSSI, Max berpendapat, "Itu merupakan sebuah bukti bahwa sepak bola Indonesia tidak lagi berada dalam jalur yang sebenarnya. Kami juga merasa tidak tepat jika Nurdin Halid kembali memimpin PSSI," tegas Max.

Calon Ketua PSSI Tak Harus dari Pengurus

Rabu, 23 Februari 2011 | 15:36 WIB

Puluhan suporter sepakbola yang tergabung dalam Aliansi Suporter Indonesia dan Save Our Soccer, berunjuk rasa di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Minggu (20/2/2011). Aksi ini merupakan bentuk protes atas lolosnya kembalinya Nurdin Halid sebagai kandidat Ketua Umum PSSI bersama dengan Nirwan Bakrie. Nurdin dan Nirwan berhasil lolos verifikasi dan menyingkirkan George Toisutta dan Arifin Panigoro yang juga sempat menjadi kandidat.


JAKARTA- Mantan Ketua Dewan Pakar PSSI periode 2003-2007, Hariman Siregar, menilai PSSI telah mempersempit arti keterlibatan seseorang dalam sepak bola nasional. Hal ini, misalnya, dapat menghambat masuknya calon ketua umum PSSI yang bukan berasal dari pengurus PSSI.
Hariman beranggapan bahwa induk organisasi sepak bola Indonesia itu perlu diperbaiki dan berjalan sesuai dengan statuta yang ada. "Masih banyak kelemahan yang harus diperbaiki. Tapi saya melihat proses perbaikan saat ini sedang berjalan," katanya di sela diskusi tentang Kongres Empat Tahunan PSSI di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (23/2/2011).
Khusus mengenai pergantian pengurus PSSI, Hariman sepakat hal itu harus dilakukan. Namun, ia mengharapkan agar proses pergantian pengurus itu berjalan secara demokratis sesuai peraturan yang berlaku, baik sesuai statuta FIFA maupun statuta PSSI yang telah ditetapkan.
Saat ini, kata dia, memang ada beberapa pasal dalam statuta FIFA yang mengatur mekanisme pemilihan ketua dan wakil ketua umum PSSI, tetapi artinya disempitkan oleh PSSI. Contohnya adalah soal keterlibatan calon pengurus di sepak bola.
Pada Statuta FIFA, katanya, dijelaskan bahwa calon ketua umum harus telah aktif sekurang-kurangnya 5 tahun dalam kegiatan sepak bola. Hal itu bukan diartikan menjadi bagian dari kepengurusan PSSI selama 5 tahun sebagaimana diungkapkan Komite Pemilihan Ketua Umum PSSI dalam memverifikasi bakal calon.
"Makanya, kami datang ke sini untuk memberikan pencerahan agar tidak terus terjadi pertentangan dalam menyikapi statuta FIFA maupun PSSI," kata Hariman.
Tokoh Malari 1974 itu menjelaskan, meski mendukung perbaikan di tubuh PSSI, namun pihaknya tidak setuju jika dilakukan revolusi seperti yang didengung-dengungkan oleh pencinta sepak bola Indonesia saat ini. Perbaikan itu masih dapat dilakukan pada kongres empat tahunan di Bali, 26 Maret mendatang.
Dalam kongres tersebut, PSSI akan memilih kepengurusan PSSI periode 2011-2015. Saat ini ada dua calon ketua umum baru yang telah dinyatakan lolos oleh Komite Pemilihan PSSI. Mereka adalah Ketua Umum PSSI Nurdin Halid dan Wakil Ketua Umum PSSI Nirwan Bakrie.

Tirani Kekuasaan Absolut

Kamis, 24 Februari 2011 | 10:50 WIB

Puluhan suporter sepakbola yang tergabung dalam Aliansi Suporter Indonesia dan Save Our Soccer, berunjuk rasa di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Minggu (20/2/2011). Aksi ini merupakan bentuk protes atas lolosnya kembalinya Nurdin Halid sebagai kandidat Ketua Umum PSSI bersama dengan Nirwan Bakrie. Nurdin dan Nirwan berhasil lolos verifikasi dan menyingkirkan George Toisutta dan Arifin Panigoro yang juga sempat menjadi kandidat.


Anton Sanjoyo
Power tend to corrupt, and absolute power corrupts absolutely. ” Lord Acton (1834-1902)
Sepak bola Indonesia kemungkinan besar sedang memasuki periode yang paling kelam. Ketika kekuasaan otoritas sepak bola cenderung mampu menyelingkuhi semua aturan, ketika kekuasaan mutlak mampu mengendalikan pikiran, dan terutama tindakan, ketika itulah nilai-nilai universal olahraga, sportivitas dan kejujuran, dieksekusi di tiang gantungan. Mati!
Lebih dari satu abad lalu, John Emerich Edward Dalberg-Acton, sejarawan dan penulis Inggris, pada April 1887 mengirimkan surat kepada Uskup Mandell Creighton. Pemikir yang juga populer dengan nama Lord Acton itu mengecam kekuasaan Paus yang cenderung absolut, bahkan Paus sebagai pemimpin tertinggi Gereja Katolik distigmakan tidak bisa berbuat salah. Dalam suratnya tersebut muncullah petikan yang hari-hari ini terngiang kembali saat gonjang-ganjing dalam persepakbolaan nasional: ”Kekuasaan cenderung korup, dan kekuasaan absolut korup pula secara mutlak!”
Sulit untuk tidak menduga bahwa kekuasaan absolut PSSI di bawah kepemimpinan Nurdin Halid tidak mengendalikan Komite Pemilihan (KP) untuk menjegal pencalonan George Toisutta dan Arifin Panigoro. Sedianya, dua tokoh sepak bola dari luar lingkaran dalam (inner circle) PSSI itu akan maju sebagai kandidat ketua umum PSSI periode 2011- 2015. Namun, alih-alih menjunjung nilai-nilai sportivitas dan fair play, KP yang diisi oleh orang-orang dengan rekam jejak sepak bola yang amat terbatas justru menghantam sendi-sendi demokrasi dengan menggugurkan Toisutta dan Arifin.
Berlagak buta dan tuli terhadap aspirasi masyarakat yang berkembang, terutama di luar lingkungan PSSI, KP bersikukuh hanya berpegang pada Statuta FIFA yang versi ratifikasinya sudah direkayasa untuk kepentingan incumbent. Namun, memang sulit menanggungkan semua tragedi ini pada KP yang meski diisi orang-orang terhormat, kepekaannya terhadap krisis sepak bola begitu memprihatinkan. Mereka bekerja berdasarkan pedoman yang sudah diputarbalikkan maknanya dari standar Statuta FIFA.
Pemutarbalikan makna itu terutama pada Pasal 32 Ayat 4 tentang Syarat Anggota Komite Eksekutif yang berbunyi: ”They shall have already been active in football, must not have been previously found guilty of criminal offence”. Dalam bahasa Indonesia, ayat ini berbunyi: ”Mereka telah aktif dalam sepak bola dan tidak pernah dinyatakan bersalah dalam tindak pidana”. Dalam pedoman yang diratifikasi PSSI (Pasal 35 Ayat 4), dua syarat dasar ini kemudian direkayasa menjadi: ”Telah aktif dalam kegiatan sepak bola sekurang-kurangnya lima tahun”. Lebih menyedihkan, pasal ini masih ditambah lagi dengan: ”di lingkungan PSSI”, yang kemudian menjadi senjata untuk menggugurkan Toisutta dan Arifin.
Akan halnya makna ”tidak pernah dinyatakan bersalah sebelumnya dalam tindak pidana”, dipelintir menjadi ”tidak pernah dinyatakan bersalah atas tindakan kriminal pada saat kongres”!
Pasal ini sangat boleh jadi dibuat sedemikian rupa untuk melindungi Nurdin Halid yang pernah menjadi narapidana untuk kasus korupsi.
Bagi orang awam, sulit untuk bisa mengerti bagaimana mungkin FIFA sebagai organisasi tertinggi sepak bola dunia bisa meloloskan ratifikasi yang penuh rekayasa tersebut. Namun, melihat betapa berkuasanya (absolute power) federasi, konfederasi, dan FIFA dalam kaitan organisasi sepak bola dunia, ”perselingkuhan” seperti ini sangat mungkin terjadi. Sudah menjadi rahasia umum, antara federasi (PSSI), konfederasi (AFC), dan FIFA terjalin semacam simbiosis mutualisme untuk saling melindungi kepentingan. Yang paling gamblang barangkali soal dukung-mendukung dalam pemilihan komite eksekutif. Pertukaran (trade off) dukungan dan suara dalam kaitan ini sangat mungkin dan lumrah di kalangan mereka.
Kekuasaan mutlak organisasi sepak bola yang melindungi dirinya dengan statuta inilah yang kemudian menjadi bibit dari segala kekisruhan sepak bola yang belakangan ini terjadi di Indonesia. Seperti kata Profesor Tjipta Lesmana, pakar komunikasi politik, FIFA seperti ”yang mahakuasa” dalam mengendalikan sepak bola dunia. Mereka punya kekuasaan mutlak sampai-sampai negara atau pemerintah dilarang untuk melakukan intervensi, betapapun karut-marutnya federasi sepak bola di negara tersebut.
Oleh sebab itu, sangat melegakan menyimak respons pemerintah dan KONI-KOI dalam menyikapi kemelut PSSI. Keberanian Menpora Andi Mallarangeng dan Ketua Umum KONI Rita Subowo ”menghardik” PSSI harus mendapat dukungan penuh dari pemangku kepentingan sepak bola. Dalam salah satu pernyataannya, Menpora bahkan tegas menyatakan, selama masih ada akhiran ”I”, yang berarti ”Indonesia” dalam ”PSSI”, tetap harus tunduk pada undang-undang Indonesia. Menpora tentu saja merujuk pada Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional Tahun 2005. UU ini jelas-jelas mengatakan bahwa pemerintah punya kewenangan untuk mengatur, membina, dan mengawasi penyelenggaraan olahraga secara nasional.
Artinya, seperti kata Menpora, PSSI yang selalu berlindung pada Statuta FIFA pun harus tunduk pada undang-undang karena organisasi ini berdiri, berada, dan berkegiatan di bumi Indonesia, bukan di ”negara FIFA”. Dalam konteks kekuasaan mutlak FIFA, Menpora dan KONI-KOI sudah berani mendobrak barikade Statuta FIFA yang sangat absurd dalam konteks karut-marut PSSI.
Seperti Lord Acton yang berani menentang kekuasaan mutlak Paus, seharusnyalah kita yang lebih maju lebih dari satu abad dengan peradaban yang lebih modern dan demokratis juga berani mengambil sikap-sikap menentang tirani kekuasaan absolut PSSI dan FIFA. Tampaknya ancaman sanksi FIFA terhadap intervensi pemerintah juga diabaikan saja karena bagaimanapun undang-undang negaralah yang mengatur hajat hidup orang Indonesia, bukan Statuta FIFA!

Pelatnas Cipayung Pakai Pelatih Malaysia


um
Wong Tat meng dan Li Mao tangani pemain Indonesia
KUALA LUMPUR — Di saat para pelatih Indonesia berlomba meraup dollar di luar negeri, Pelatnas Bulu Tangkis  Cipayung kedatangan seorang pelatih asal Malaysia.
Pelatih tunggal, Wong Tat Meng, disebut akan bergabung dengan pelatih asal China, Li Mao, di pusat pelatihan bulu tangkis nasional di Cipayung. Tat Meng yang merupakan pelatih tunggal puteri akan meninggalkan pemusatan latihan di Malaysia pada bulan depan.
Tat Meng (44), dikenal karena keberhasilannya membimbing tunggal puteri Malaysia, Wong  Mew Choo, yang pernah menjadi juara China Terbuka pada 2007 lalu. Menurut pihak BAM, Tat Meng tengah mengajukan surat pengunduran dirinya.
Tat Meng tetap akan berada di pelatnas hingga akhir Maret untuk menangani pemainnya, Mew Choo, yang tengah mempersiapkan diri bertanding di turnamen All England. Jika jadi, ia akan menjadi pelatih asal Malaysia pertama yang menangani para pemain tim pelatnas.
Pihak BA juga tidak ingin menahan kepergian Tat Meng. "Hal ini harus dilihat dari sisi positif. Kami harap suatu saat ia akan kembali sebagai pelatih yang lebih baik, seperti yang dilakukan Tam Kim Her," tulis BAM. Tan Kim Her merupakan pelatih asal Malaysia yang pernah menangani para pemain Korea Selatan dan Inggris.
Sebagai pemain, Tat Meng mundur setelah gagal bergabung dalam skuad Piala Thomas 1992. sebagai pelatih ia terpilih menggantikan Li Mao yang mengundurkan diri sebagai pelatih tunggal putera dan menyingkirkan dua nama keluarga Sidek, yaitu Misbun dan Rashid.
Di pelatnas Malaysia sendiri ada dua pelatih yang berasal dari Indonesia yaitu Rexy Mainaky serta Hendrawan.